Jumat, 03 Januari 2014

Laporan Praktikum : PERBANDINGAN SIFAT SENYAWA ION DAN SENYAWA KOVALEN

1 komentar

PERBANDINGAN SIFAT SENYAWA ION DAN SENYAWA KOVALEN


I.  TUJUAN PERCOBAAN

 Tujuan dari percobaan ini adalah agar praktikan dapat mengetahui dan menjelaskan pengaruh jenis ikatan suatu senyawa terhadap sifat fisis dan sifat kimia dari senyawa tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA
      II. 1  Ikatan kimia

Ikatan kimia adalah ikatan yang terjadi karena adanya gaya tarik antar partkel -  partikel yang berikatan. Atom unsur yang sangat elektropositif dapat melepaskan 1 atau 2 elektron yang terdapat pada kulit terluarnya dan atom unsur yang elektronegatif dapat menerima 1 atau 2 elektron yang dilepaskan oleh atom unsur yang elektropositif. Istilah polar kadang – kadang dipergunakan sebagai penggani istilah elektrovalen. Menurut Lagmuir, senyawa yang terbentuk karena adanya serah terima elektron pada atom – atom pembentuknya disebut senyawa elektrovalen atau senyawa ionis, dan ikatan pada senyawa tersebut dinamakan ikatan elektrovalen, atau ikatan ionis. Pada suhu kamar, senyawa ionis terdapat dalam bentuk kristal yang disebut kristal ion. Kristal ion tersebut terdiri dari ion – ion positif dan ion – ion negatif ( Syarifuddin, 1994 ).
Menurut Lewis, Langmuir, Kosel, suatu atom berikatan dengan atom – atom lain dan membentuk senyawa, maka atom – atom tersebut mengalami perubahan yang sedemikian rupa sehingga mempunyai konfigurasi elektron yang menyerupai konfigurasi elektron yang menyerupai elektron gas mulia ( Syarifuddin, 1994 ).
Unsur yang cenderung menerima elektron atau nilai keelektronegatifannya 2,0 disebut unsur elektronegatif. Unsur ini terletak pada bagian atas dan kanan blok p pada sistem periodik dan ditambah hidrogen. Kecenderungan unsur elektronegatif menerima elektron disebabkan adanya dorongan untuk mencapai kestabilan, agar elektron valensinya seperti gas mulia ( Syukri, 1999 ).

      II.2   Perbedaan senyawa ionik dan senyawa kovalen

         Ikatan ion merupakan ikatan antara ion – ion positif dan ion – ion negatif, yang terjadi karena partikel yang muatannya saling berlawanan akan mengakibatkan terjadinya tarik menarik antar ion – ion tersebut . Ion positif dan ion negatif akan terbentuk apabila terjadi serah terima elektron antar atom   (Syarifuddin, 1994 ).
         Dua unsur  ( satu cenderung melepas elektron dan yang lain cenderung menerima), bila bersentuhan belum tentu menjadi senyawa ion, sebab bergantung pada tingkat energi sebelum dan sesudah reaksi. Senyawa ion bukanlah sederhana, tetapi merupakan molekul raksasa yang terbentuk dari ion positif dan negatif yang selang – seling sedemikian rupa hingga teratur ( Syukri, 1999 ).
         Kecenderungan ion untuk menarik elektron lain yang muatannya berlawanan dan menolak ion yang muatannya sama mengkibatkan penataan ion tiga dimensi menjadi teratur. Tiga pengaruh utama yang dibentuk senyawa ion adalah sebagai berikut :
1.      Muatan ion
2.      Ukuran relatif kedua ion yang terlibat
3.      Kemudahan ion tersebut untuk tedistorsi atau terpolarisasi ( Sukardjo, 1990 )
         Senyawa ion yang terbentuk dari ion positif dan negatif tersususun  selang – seling membentuk molekul raksasa tersebut akan mempunyai sifat tertentu, yaitu:
1.      Titik lebur dan titik didih,  daya tarik antara ion positif dan negatif dalam senyawa ion cukup besar, satu ion berikatan dengan beberapa ion yang muatannya berlawanan. Akibatnya, titik lebur dan titik didih senyawa ion lebih tinggi.
2.      Kelarutan, pada umumnya senyawa ion larut dalam pelarut polar ( seperti air dan amonia ), karena sebagian molekul pelarut menghadapkan kutub negatifnya ke ion positif, dan sebagian lagi menghadapkan kutub positifnya ke ion negatif, akhirnya ion – ion terpisah satu sama lain )
3.      Hantaran listrik, hantaran listrik terjadi bila medium mengandung partikel bermuatan yang dapat bergerak bebas, seperti elektron dalam sebatang logam, senyawa ion berwujud padat, tidak menghantarkan listrik, karena ion posittif dan negatif terikat kuat satu sama lain. Akan tetapi cairan senyawa ion akan menghantarkan lisrik karena ion – ionnya menjadi lepas dan bebas. Senyawa ion juga dapat menghantarkan listrik, bila larut dalam pelarut polar ( senyawa misalnya air ) karena terionisasi
4.      Kekerasan, Karena kuatnya ikatan antara ion positif dan negatif, maka senyawa ion berupa padatan keras dan berbentuk kristal, permukaan kristal itu tidak mudah digores atau digeser ( Syukri, 1999 ).
Ikatan kovalen merupakan ikatan yang terjadi antara dua atom dengan pemakaian bersama – sama. Brom, karbon dioksida, Heksana, Amoia, dan etil alohol merupakan contoh dari senyawa – semnyawa kovalen. Titit leleh dan titik didih senyawa kovalen cenderung lebih rendah daripada senyawa ion. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa untuk melelehkan dan manguapkan suatu zat padat maupun cairan molekul hanya membutuhkan energi secukupnya untuk menglahkan energi gaya tarik Van der waals antar molekul (Audrey,1991).
Sebagai syarat pembentukan molekul menurut teori orbital molekul adalah bahwa orbial yang terlibat dalam pembentukan ikatan harus hanya berisi satu elektron. Dua atom yang akan terikat harus mempunyai kedudukan sedemikian rupa hingga satu orbital yang terisi satu elektron mengalami overlap atau saling tindih dengan orbital yang lain. Bila hal ini terjadi, maka dua orbital bergabung untuk membentuk orbital ikatan tunggal yang ditempati oleh dua elektron. Dua buah elektron yang menempati orbital harus mempunyai arah spin yang berlawan, yaitu berpasangan.Makin besar overlap orbital – orbital atom, makin kuat ikatan yang terbentuk. Ikatan inilah yang seing disebut ikatan kovalen ( Hardjono, 1987).
Satu atau lebih pasangan elektron disero oleh kedua atom. Ketika elektron – elektron ini megelilingi atom – atom tersebut, elektron menghabiskan waktu lebih lama diantara kedua atom itu, dibandingkan dengan tempat lainnya, sehingga menghasilkan gaya tarik. Contohnya H2 , molekul hidrogen yang elektron – elektronnya dimiiki bersama oleh kedua proton lebih dari cukup menyetimbangkan repulsi langsung disekitarnya. Jika proton berdekatan, akan tetapi repulsinya menjadi dominan dan molekulnya tidak stabil( Arthur,1987 ).
Perbedaan antara senyawa ion dan senyawa kovalen terletak pada :
1.      Pada senyawa ion, titik leleh rendah, sdangkan pada senyawa kovalen titik leleh tinggi.
2.      Senyawa ion larut dalam air dan hanya sebagian yang larut dalam pelarut no polar, sedangkan pada senyawa kovalen, larut dalam pelarut non polar, namun hanya sebagian yang larut dalam air.
3.      Senyawa ion pada suhu kamar berupa padatan, sedangkan senyawa kovalen dalam suhu kamar, berupa gas atau cairan.
4.      Senyawa ion dapat menghantarkan arus listrik., sedangkan senyawa kovalen hanya sebagian yang dapat menghantarkan arus listrik.
5.      Senyawa ion dapat terbakardan tidak berbau, sedangkan pada senyawa kovalen dapat terbakar dan berbau ( Petrucci, 1990)

III. ALAT DAN BAHAN
      A.  Alat
      Alat – alat yang digunakan pada percobaan ini adalah tabung reaksi, termometer, gelas piala, elektroda karbon, lampu spiritus, sudip kaca, dan pipet tetes.
A.    Bahan
    Bahan – bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah urea, naftalena, kristal NaCl, Kl, MgSO, dan Isopropil alkohol.

IV. PROSEDUR KERJA
  1. Perbandingan titik leleh
1.      Sejumlah kecil ( ± 1 – 2 sudip ) urea dimasukkan kedalam tabung reaksi, kemudian dimasukkan termometer ke dalam tabung reaksi tersebut.
2.      Tabung reaksi dipanaskan dengan lampu spiritus, dan dicatat suhu tepat saat urea meleleh. Kisaran suhu ini merupakan kisaran titik leleh dari sampel urea.
3.       Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali.
4.      Prosedur yang sama dilakukan untuk senyawa naftalena.
5.      Prosedur di atas dilakukan untuk senyawa NaCl, KI, dan MgSO.
6.      Data titik leleh dicari dari buku acuan dan dibandingkan dengan hasil pengamatan
B.     Perbandingan Kelarutan..
1.      Tabung reaksi diisi dengan air ( tabung I ) dan tabung reaksi lain diisi dengan karbon tetraklorida ( tabung II ).
2.      Sedikit urea dimasukkan ke dalam masing – masing tabung, lalu campuran dalam setiap tabung dikocok.
3.      Tabung I dan tabung II diamati masing – masing, apakah urea larut atau tidak.
4.       Prosedur yang sama dilakukan untuk naftalena, isopropil alkohol, NaCl, Kl, dan MgSO.  Kemudian diamati kelarutan senyawa dari masing – masing tabung.
C.     Perbandingan daya hantar.
1.      Diisikan 50 ml akuades ke dalam gelas piala. Dimasukkan elektroda karbon yang telah dihubungkan dengan arus listrik dan lampu.
2.      Diulangi prosedur diatas dengan ditambahkan beberapa tetes isopropil alkohol dan perubahan yang terjadi diamati.
3.      Dilakukan kembali prosedur yang sama, namun masing – masing  ditambahkan dengan urea, naftalena, NaCl, Kl, MgSO.

V.  HASIL DAN PEMBAHASAN
      A.  Hasil
            I.  Perbandingan titik leleh
No
Langkah percobaan
Hasil pengamatan
1
Sejumlah urea dimasukkan kedalam tabung reaksi, dicatat suhu tepat bereaksi
Percobaan I , kisaran titik leleh : 98 ºC
Percobaan II, kisaran titik leleh : 98 ºC
Percobaan III, kisaran titik leleh : 98ºC
1.
Sejumlah naftalena dimasukkan ke dalam tabung reaksi, dicatat suhu tepat bereaksi
Percobaan I , kisaran titik leleh : 100 ºC
Percobaan II, kisaran titik leleh : 100ºC
Percobaan III, kisaran titik leleh : 100ºC
3
Data titik leleh tersebut dibandingkan dengan buku referensi.
-


            II.  Perbandingan Kelarutan
No
Langkah percobaan
Hasl pengamatan
1
Urea dimasukkan pada tabung I
Urea dimasukkan pada tabung II
Larut

Tidak larut
2
Naftalena dimasukkan pada tabung I
Naftalena dimasukan pada tabung II
Tidak larut

Tidak larut
3
Isopropil akohol dimasukkan pada tabung I
Isopropil alkohol dimasukkan pada tabung II
Tidak larut

Larut
4
NaCl dimasukkan pada tabung  I
NaCl dimasukkan pada tabung II

Larut

Tidak larut
5
KI dimasukkan pada tabung I
KI dimasukkan pada tabung II

Larut

Tidak larut
6
MgSO4 dimasukkan pada tabung I MgSO4 dimasukkan pada tabung II

Larut

Tidak larut

   III.  Perbandingan Daya Hantar
No
Langkah percobaan
Hasil pengamatan
1
Elektroda karbon dimasukkan ke dalam gelas piala berisi akuades

Tidak mengalami perubahan
2
Elektroda karbon dimasukkan ke dalam gelas piala berisi akuades, ditambahkan isopropil alkohol.
Tidak mengalami perubahan
3
Elektroda karbon dimasukkan ke dalam gelas piala berisi akuades, ditambahkan urea.
Tidak mengalami perubahan
4
Elektroda karbon dimasukkan ke dalam gelas piala berisi akuades, ditambahkan naftalena
Tidak mengalami perubahan
5
Elektroda karbon dimasukkan ke dalam gelas piala berisi akuades, ditambahkan NaCl
Mulai menyala pda 7,5 volt dan menggelembung
6
Elektroda karbon dimasukkan ke dalam gelas piala berisi akuades, ditambahkan KI
Mulai menyala pada 12 volt dan menggelembung
7
Elektroda karbon dimasukkan ke dalam gelas piala berisi akuades, ditambahkan MgSO4
Mulai menyala pada 13,5 volt dan menggelembung

B.     Pembahasan
Dalam percobaan ini dilakukan  pengujian perbandingan titik leleh, kelarutan, dan daya hantar listrik, untuk dapat membandingkan perbandingan sifat senyawa ionik dan senyawa kovalen. Dalam menentukan suatu senyawa tersebut senyawa ionik ataupun kovalen, kita tidak bisa hanya dengan melihat salah satu sifatnya saja, tetapi kita juga harus melihat keseluruhan dari sifat – sifat tersebut, Karena ada sebagian sifat  dari senyawa ionik yang dimiliki senyawa kovalen, agar kita dapat membedakan kedua senyawa tersebut, kita melakukan percobaan di bawah ini :
     1.  Perbandingan titik leleh
      Dari hasil percobaan yang telha dilakukan, diperoleh hasil kisaran titik leleh saat urea dimasukkan adalah 98°C, hasil tersebut di dapat dari percobaan I, II, dan III yang menunjukkan hasil yang sama, hal ini jauh berbeda dengan literatur, karena menurut literatur, titk leleh urea berkisar antara 132ºC sampai 133ºC ( Belser, 1987 ). Kisaran titik leleh naftalena pada saat percobaan adalah 100°C, hasil tersebut pun diperoleh dari percobaan I, II, III yang menunjukkan hasil yang sama, sedangkan apabila dibandingkan dengan literatur, hasil tersebut sangat berbeda, karena pada literatur, kisaran titik leleh senyawa naftalena adalah 80ºC sampai dengan 82ºC ( Belser, 1987 ). Sebenarnya perbedaan dari hasil percobaan dan literatur dapat disebabkan beberapa faktor, salah satunya ketidaktelitian parktikan dalam melihat titik leleh saat praktikum berlangsung.
Dari literatur didapatkan data, titik leleh senyawa NaCl yang berkisar antara 801ºC sampai 804ºC, titik senyawa KI 681ºC titik leleh MgSO4 1124ºC (Belser, 1987 ). Senyawa kovalen pada umumnya menunjukkan titik leleh rendah dibandingkan senyawa ionik, yaitu 350°C, sedangkan senyawa ionik menunjukkan titik leleh yang tinggi 350ºC - 1000°C (Sukardjo, 1990). Sehingga dapat disimpulkan bahwa urea dan naftalena yang titik lelehnya 350°C termasuk di dalam senyawa kovalen, sedangkan KI, MgSO4, dan NaCl termasuk ke dalam senyawa ionik.
2.   Perbandingan kelarutan
Dari percobaan yang telah dilakukan, Urea, NaCl, KI, dan MgSO4  saat dimasukkan dalam tabung I yang berisi air, larut, namun saat naftalena dan isopropil alkohol dimasukkan dalam air, tidak larut, hal ini disebabkan karena air merupakan senyawa polar yang hanya dapat melarutkan senyawa – senyawa yang beriktan ionik. Namun ada kerancuan dalam hasil percobaan ini, yaitu terdapat urea yang larut dalam air, padahal seharusnya urea yang termasuk senyawa kovalen tidak larut dalam air, hal ini mungkin terjadi karena ketidaktelitian praktikan saat melakukan percobaan. Sebaliknya saat urea, NaCl, KI, MgSO4, serta naftalena dimasukkan dalam tabung I yang berisi karbon tetra klorida, kelima senyawa tersebut tidak larut, hal ini disebabkan karena karbon tetra klorida atau CCl4 termasuk senyawa non polar yang hanya dapat melarutkan senyawa kovalen disinipun  terdapat sedikit kerancuan, yaitu larutnya NaCl, KI, MgSO4 dalam CCl4 , padahal ke tiga senyawa tersebut adalah senyawa ionik, yang seharusnya tidak dapat larut dalam karbon tetraklorida tersebut, hal ini pun mungkin disebabkan ketidaktelitian praktikan dalam percobaan.
3   Perbandingan daya hantar
Dari percobaan diketahui bahwa, H2O, Isopropil alkohol, urea dan naftalena tidak dapat menghantarkan arus listrik, karena saaat dilakukan percobaaan, senyawa –senyawa tersebut tidak mengalami perubahan, sehingga senyawa tersebut dapat dikategorikan dalam snyawa kovalen, karena salah satu ciri senyawa kovalen adalah tidak dapat menghantarkan arus listrik.
Lain halnya lagi dengan NaCl, KI, MgSO4. Pada NaCl saat volt 7,5, diketahui jika elektroda karbon menyala dan timbul gelembung – gelembung gas, Begitu pula KI, pada volt 12, elektroda karbon mulai menyala dan timbul gelembung – geembung, MgSO4 pun mengalami hal yang sama, yaitu pada 13,5 volt, mulai menyala dan timbul gelembung – gelembung. Hal ini menunjukkan ketiga senyawa tersebut dapat menghantarkan arus listrik, dan dapat dikategorikan sebagai senyawa ionik, karea senyawa ionik dapat menghantarakan arus listrik.

VI. KESIMPULAN
1.      Titik leleh senyawa kovalen cenderung lebih rendah dari senyawa ion.
2.      Pada umumnya senyawa kovalen mudah larut dalam pelarut non polar, sedangkan senyawa ion mudah larut dalam air.
3.      Pada senyawa ion, dapat menghantarkan arus listirik, namun pada senyawa kovalen hanya sebagian saja yang dapat menghantarkan arus listrik.
4.      Dari hasil percobaan dapat diketahui bahwa yang termasuk senyawa kovalen adalah isopropil alkohol, urea, dan naftalena, sedangkan yang termasuk senyawa ion adalah, NaCl, KI, MgSO4.

DAFTAR PUSTAKA
Belser. A. 1987.Konsep Fisika Modern. Erlangga. Jakarta.
Companion, A.L. 1991. Ikatan kimia. ITB. Bandung.
Sukardjo. 1990. Ikatan Kimia. Rineka Cipta. Yogyakarta.
S. Syukri. 1999. Kimia Dasar 1. ITB. Bandung.
Sukardjo. 1990. Ikatan Kimia. Rineka Cipta. Yogyakarta.
Syarifuddin N. 1994. Ikatan Kimia. Gadjah mada University Press. Bandung.
Petrucci, R.H. 1987. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. ITB. Bandung.

Kamis, 12 September 2013

Laporan Praktikum : Pembuatan dan Penentuan Konsentrasi Larutan

0 komentar
PEMBUATAN DAN PENENTUAN
KONSENTRASI LARUTAN
I.          TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan percobaan praktikum ini adalah diharapkan praktikan dapat membuat larutan dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi larutan yang telah dibuat.

II.        TINJAUAN PUSTAKA
Larutan terbentuk melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang molekulnya berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Perubahan gaya antarmolekul yang dialami oleh molekul dalam bergerak dari zat terlarut murni atau pelarut ke keadaan tercampur mempengaruhi baik kemudahan pembentukan maupun kestabilan larutan. Larutan dapat berada dalam kesetimbangan fase dengan gas, padatan, atau cairan lain, kesetimbangan ini sering kali menunjukkan efek yang menarik yang ditentukan oleh bobot molekul zat terlarut (Oxtoby, 2001).
Konsentrasi merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut.
Menyatakan konsentrasi larutan ada beberapa macam, di antaranya:
1.Fraksi Mol
Fraksi mol adalah perbandingan antara jumiah mol suatu komponen dengan jumlah mol seluruh komponen yang terdapat dalam larutan.
Fraksi mol dilambangkan dengan X.
2.      Persen Berat
Persen berat menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.
3.      Molalitas (m)
Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.

4.      Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
5.      Normalitas (N)
Normalitas menyatakan jumlah mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+.
Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-. Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan:
N = M x valensi (Anonim1,2009).
Molaritas menyatakan banyaknya mol zat terlarut dalam tiap liter larutan. Normalitas menyatakan jumlah ekivalen zat terlarut dalam tiap liter larutan. Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam tiap 1.000 g pelarut murni, sedangkan fraksi mol menyatakan perbandingan mol salah satu komponen dengan jumlah mol semua komponen (Syukri,1999).
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa. Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titrant dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan (Anonim2, 2009).
Selesainya suatu proses reaksi dapat dilihat dari perubahan warna, jika warna larutan sudah berubah maka tercapailah suatu titrasi. Indikator merupakan asam dan basa kedua dalam larutan yang dititrasi. Penyebab warna berubah adalah karena indikator lebih lemah dari pada asam atau basa  analit, sehingga indikator bereaksi terakhir dengan titrat (Suardhana, 1986).


III.       ALAT DAN BAHAN
A.    Alat – alat
Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah gelas piala, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, pipet gondok, labu takar dan buret.
B.     Bahan – bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah asam klorida pekat, larutan natrium hidroksida 0,1 M, pelet natrium hidroksida, larutan asam klorida 0,1 m, indikator metil merah, indikator phenoptalein, indikator metil orange, dan akuades.

IV.       CARA KERJA
A.  Pembuatan Larutan A
1.      Gelas ukur kosong ditimbang, catat beratnya.
2.      Ambil 4,5 mL larutan asam klorida pekat dengan menggunakan gelas ukur yang telah ditimbang dan pipet tetes. Lakukan dalam lemari asam.
3.      Labu takar ditimbang 100 mL yang kosong, catat beratnya. Isi labu takar tersebut dengan sekitar 20-25 mL akuades.
4.      Perlahan-lahan, asam klorida pekat dimasukkan ke dalam labu takar. Dilakukan dalam lemari asam.
5.      Akuades dimasukan ke dalam labu takar hingga tanda batas (perhatikan, miniskus yang diamati adalah miniskus bawah). Tutup labu takar dan lakukan pengocokan hingga larutan homogen. Timbang berat labu takar yang telah diisi larutan. Larutan ini disebut larutan A.
B.     Pembuatan Larutan B
1.      Dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur, 20mL larutan A dipindahkan ke dalam labu takar 100mL yang baru.
2.      Akuades ditambahkan ke dalam labu takar tersebut hingga tanda batas. Larutan HCl yang telah diencerkan ini disebut sebagai Larutan B.


C.    Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida melalui Titrasi.
I.  Titrasi dengan Indikator Metil Merah
1.      Buret  dibilas dengan akuades, kemudian bilas kembali dengan larutan NaOH yang akan digunakan.
2.      Buret diisi dengan larutan natrium hidroksida
3.      Volume awal larutan natrium hidroksida dicatat dengan membaca skala pada miniskus bawah larutan.
4.      Larutan B dipindahkan ke dalam erlenmeyer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5.      Indikator metil merah ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
6.      Larutan dititrasi dalam erlenmeyer dengan larutan NaOH di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
7.      Begitu terjadi perubahan warna yang konstan, titrasi dihentikan.
8.      Volume akhir natrium hidroksida yang tersisa dalam buret dibaca. Volume NaOH yang diperlukan dihitung untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir NaOH dalam buret.
9.      Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali.
II.  Titrasi dengan Indikator Fenoftalein
1.      Lakukan kembali prosedur titrasi terhadap 10 mL larutan HCl encer (Larutan B) dengan larutan NaOH 0,1 M, namun dengan menggunakan indikator phenoptalein
2.      Hasil yang diperoleh dibandingkan antara perlakuan dengan menggunakan indikator metil merah dan dengan menggunakan phenoptalein sebagai indikator.
D.  Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
1.      Butiran NaOH  ditimbang dengan teliti menggunakan kaca arloji dan neraca analitik.
2.      Begitu penimbangan selesai dilakukan, segera NaOH dipindahkan dari gelas arloji ke dalam gelas beker yang telah berisi 20-25 mL akuades hangat.
3.      NaOH diaduk dengan pengaduk kaca hinnga larut sempurna.
4.      Larutan dipindahkan dari gelas beker kedalam labu takar 50 mL.
5.      Akuades ditambahkan hingga tanda batas pada labu takar. Labu takar ditutup, kemudian dikocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh pada tahap ini disebut Larutan C.
6.      Digunakan pipet gondok yang sesuai, 25 mL larutan C dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL yang baru.
7.      Akuades ditambahkan hingga tanda batas. Kocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh disebut sebagai larutan D.
E.  Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
I.    Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
1.      Buret dibilas dengan akuades, kemudian bilas kembali dengan larutan HCl 0,1 M yang akan digunakan.
2.      Buret diisi dengan larutan HCl 0,1 M.
3.      Volume awal larutan HCl dicatat dalam buret dengan membaca skala pada miniskus bawah larutan.
4.      Larutan D dipindahkan ke dalam erlenmayer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5.      Indikator metil merah ditambahkan 2-3 tetes kedalam larutan tersebut.
6.      Larutan dititrasi dalam erlenmayer dengan larutan HCl 0,1 M di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
7.      Begitu terjadi perubahan warna yang konstan, hentikan titrasi.
8.      Volume akhir HCl yang tersisa dalam buret dibaca. Volume HCl yang diperlukan untuk titrasi dari selisih volume awal dan volume akhir HCl dalam buret dihitung.
9.      Titrasi dilakukan 3 kali.
II.  Titrasi Larutan HCl 0,1 N dengan Larutan NaOH sebagai Titran
1.      Buret dibilas dengan akuades, kemudian bilas kembali dengan larutan D.
2.      Buret diisi dengan NaOH encer.
3.      Larutan HCl 0,1 M dipindahkan ke dalam erlenmayer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
4.      Indikator metil merah ditambahkan 2-3 tetes.
5.      Larutan dititrasi dalam erlenmeyer dengan NaOH encer dalam buret hingga berubah warna.
6.      Volume NaOH yang diperlukan untuk menitrasi larutan HCl tersebut dihitung.
7.      Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
8.      Hasil yang diperoleh dibandingkan antara perlakuan dengan larutan HCl 0,1 sebagai titran, dan larutan NaOH encer sebagai titran.

V.        HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan perhitungan
I.  Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam Klorida
  1. Pembuatan Larutan A
No.
Langkah percobaan
Hasil percobaan
1.
Gelas ukur kosong ditimbang.
30,34 gr
2.
Larutan asam klorida pekat diambil dengan menggunakan gelas ukur yang sudah ditimbang dan pipet tetes.
V = 4 mL
Mr = 440,3 gr/mL
Konsentrasi = 37%
3.
Labu takar 100 mL kosong ditimbang, kemudian di isi  20-25 mL larutan akuades.
Kosong = 69,01 gr
4.
Asam klorida pekat yang telah diambil ke dalam labu takar dimasukan dengan perlahan-lahan.

5.
Akuades dimasukan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Kemudian tutup labu takar dan lakukan pengucokan hingga larutan homogen. Timbang berat labu takar yang berisi larutan tersebut.
Berat berisi  168,31gr


Larutan A sebanyak 100 ml

b.      Pembuatan Larutan B
No.
Langkah percobaan
Hasil percobaan
1.
Pipet gondok atau pipet ukur digunakan, untuk memindahkan larutan A ke dalam labu takar 100 mL yang baru.
20 mL
2.
Akuades ditambahkan ke dalam labu takar tersebut hingga tanda batas.
Larutan B sebanyak 100 ml

c.                   Penentuan Konsentrasi Larutan HCl melalui Titrasi
a.       Titirasi dengan Indikator Metil Merah
Titrasi ke
Volume HCl
Volume NaOH
Perubahan warna
1
10 ml
11,2 ml
Merah muda menjadi kuning
2
10 ml
9,8 ml
Merah muda menjadi kuning
Rata-rata
10 ml
10,5 ml
Merah muda menjadi kuning

b.       Menggunakan Indikator Fenoftalein
Titrasi ke
Volume HCl
Volume NaOH
Perubahan warna
1
10 ml
10,7 ml
Bening menjadi Merah muda
2
10 ml
11,6 ml
Bening menjadi Merah muda
Rata-rata
10 ml
10,65 ml
Bening menjadi Merah muda



  1. Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
a.   Pembuatan larutan C
No.
Langkah percobaan
Hail percobaan
1.
Menimbang butiran NaOH  menggunakan kaca arloji.
0,4 gr
Mr NaOH 40 gr/mol
2.
Memindahkan NaOH ke dalam gelas beker berisi 20-25 mL akuades.

3.
Mengaduk dan memindahkan NaOH  ke labu takar 50 ml

4.
Menambahkan akuades hingga tanda batas akhir.mengocok hingga homogen.
Larutan C
5.
Volume larutan
50 ml

                  b.  Pembuatan Larutan D
No.
Langkah percobaan
Hasil percobaan
1.
Pipet gondok yang sesuai digunakan untuk memindahkan larutan C
25 mL
2.
Menambahkan akuades  hingga tanda batas. Kocok hingga homogen.
Larutan D sebanyak 100 ml

E.  Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
a. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
Titrasi ke
V HCl
V NaOH
indikator
Perubahan warna
1
9,1 ml
10 ml
Metil merah
Kuning menjadi merah muda
2
9 ml
10 ml
Metil merah
Kuning menjadi merah muda
Rata-rata
9,05 ml
 10 ml



b. Titrasi Larutan HCl dengan NaOH sebagai titran
Titrasi ke
V HCl
V NaOH
indikator
Perubahan warna
1
10ml
13,7 ml
Fenoftalein
Merah muda menjadi bening
2
10 ml
13,5 ml
Fenoftalein
Merah muda menjadi bening
Rata-rata
10 ml
13.6 ml



B. Perhitungan dan Pengolahan Data
I.    Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Pekat
Diketahui :
Massa jenis HCl       =    1,19    kg/L
Persen berat              =    37 %    (b/b)
Mr HCl pekat           =    36,5     gram/mol
             Ditanya :
a.         Massa 1 L larutan pekat HCl
b.         Massa HCl dalam 1 L larutan pekat
c.         Molaritas HCl pekat
Jawab :
a.   Massa 1 L larutan pekat HCl =  massa jenis HCl  x  1 L
                                                     =  1190 gram/­L x  1 L
                                                     =  1190 gram
b.   Massa HCl dalam 1 L larutan pekat  = persen berat x massa 1 L lar.HCl pekat
                                                                  =    37 %     x    1190 gram
                                                                  =     440,3 gram




c.   Molaritas HCl pekat    =   (massa HCl  pekat / Mr HCl pekat)
                                                                          1 L
                                          =    ( 440,3 gram  /  36,5 gram.mol-1)
                                                                        1 L                     
                                           =  12,063 mol/L

II.  Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer (Larutan A dan B)
            1.   Melalui Perhitungan Pengenceran
                              a. Konsentrasi Larutan A
Diketahui        : Molaritas HCl pekat = MHCl  = 12,063 mol/L
                                                  Volume HCl pekat    = VHCl  = 4 mL
                                                  Volume larutan A = VA = 100 mL
                        Ditanyakan      : Molaritas larutan A = MA
                        Jawab              : MA   .  V=  MHCl   .  VHCl  
                                           MA    .  100 mL  =  12,063 mol/L . 4 mL
                                                            MA   =  0,4825 mol/L
b. Konsentrasi Larutan B
   Diketahui        : Molaritas larutan A = MA   =0,4825  mol/L
                             Volume larutan A yang diencerkan = VA = 20 mL
                             Volume larutan B = VB = 50 mL
   Ditanyakan      : Molaritas larutan B = MB
   Jawab              : MA  .  VA = MB  .  VB
                      0,4825 mol/L .  20 mL = MB  .  50 mL
                                       MB  =  0,193  mol/L 
            Melalui Titrasi                  
a. metil merah
               Diketahui        : Konsentrasi larutan NaOH = MNaOH = 0,1 M
  Volume rata-rata larutan NaOH yang digunakan                                                                                                                                                                                                            saat titrasi = 10,5 mL = VNaOH
                          Volume larutan HCl yang dititrasi = VHCl = 10 mL
Ditanyakan      : Molaritas larutan HCl yang dititrasi = MHCl


Jawab              : ekuivalen asam = ekuivalen basa
                               MHCl . VHCl   =  MNaOH . VNaOH
                          MHCl  . 10 mL  =  0,1 M .  10,5 mL
                                        MHCl  =  0,105 M
b. fenoftalein
Diketahui        : Konsentrasi larutan NaOH = MNaOH = 0,1 M
Volume rata-rata larutan NaOH yang digunakan saat  titrasi = 10,65 mL = VNaOH
                          Volume larutan HCl yang dititrasi = VHCl = 10 mL
Ditanyakan      : Molaritas larutan HCl yang dititrasi = MHCl
Jawab              : ekuivalen asam = ekuivalen basa
                               MHCl . VHCl   =  MNaOH . VNaOH
                          MHCl  . 10 mL  =  0,1 M .  10,65 mL
                                        MHCl  =  0,106 M
2.      Penentuan Konsentrasi Larutan NaOH
            Melalui Perhitungan Pengenceran
-          Konsentrasi Larutan C
                        Diketahui        : Massa NaOH = 0,4 gram
                                                  Volume NaOH = 50 mL = 5.10-2 L
                                                  Mr  NaOH = 40 gram/mol
                        Ditanyakan      : Molaritas NaOH = Molaritas larutan C = MC
Jawab              : MC = (0,4 gram/40 gram/mol-1)
                                                                        5.10-2 L
                                                         = 0,2 mol/L
-          Konsentrasi Larutan D
   Diketahui        : Volume larutan C yang diencerkan = VC = 25 mL
                             Volume larutan D = VD = 100 mL
   Ditanyakan      : Molaritas larutan D = MD
   Jawab              : MC . VC = MD . VD
                             0,2 mol/L . 25 mL = MD . 100 mL
                             MD = 0.05 mol/L
             Melalui Titrasi
-    Titrasi NaOH oleh HCl
Diketahui  : Volume larutan NaOH yang dititrasi = VNaOH
                                                                               = 10 mL
Volume HCl yang digunakan untuk titrasi = VHCl                                                    = 9,05
Molaritas HCl yang digunakan untuk titrasi = MHCl                                                                                                                         = 0,1 M
                        Ditanyakan      : Molaritas NaOH = MNaOH
                        Jawab              : ekuivalen asam = ekuivalen basa
                                                  MHCl . VHCl   =  MNaOH . VNaOH
                                                  0,1 M . 9,05 mL = MNaOH . 10 mL
                                                  MNaOH = 0,0905 M
-    Titrasi HCl oleh NaOH
         Diketahui        : Konsentrasi HCl = MHCl = 0,1 M
                                       Volume NaOH yang digunakan untuk titrasi         = VNaOH  = 13,6 mL
                                 Volume HCl yang dititrasi = VHCl = 10 mL
         Ditanyakan      : Konsentrasi larutan NaOH = MNaOH
Jawab              : ekuivalen asam = ekuivalen basa
                                   MHCl . VHCl   =  MNaOH . VNaOH
                                   0,1 M . 10 mL = MNaOH . 13.6 mL
                                    MNaOH = 0,0735 M
VI.       PEMBAHASAN
                         I.      Pembuatan Larutan NaOH
Proses standarisasi merupakan suatu proses yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan. Suatu larutan umumnya distandarisai dengan cara titrasi. Titrasi adalah proses penentuan

banyaknya konsentrasi suatu larutan dengan titran yang konsentrasinya diketahui dan diperlukan untuk bereaksi secara lengkap dengan sejumlah larutan tersebut.
Pemilihan suatu indikator untuk titrasi asam basa bergantung pada kuat relatif asam dan basa yang digunakan dalam titrasi. Idealnya dalam suatu titrasi titik kesetimbangan atau kesetaraan  (titik dimana tepat cukup satu pereaksi ditambahkan untuk bereaksi dengan pereaksi lain) dan titik akhir dari indikator yang dipilih haruslah identik. Indikator asam dan basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada suatu harga tertentu dan satu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah.
Pada pembuatan larutan HCl bersifat endoterm, karena suhu larutan lebih rendah dari larutan HCl. Sedangkan pada pembuatan larutan NaOH bersifat eksoterm karena suhu larutan lebih tinggi. Pada pengenceran larutan HCl dapat kita lihat terjadinya perubahan, tetapi tidak secara nyata. Sebelum diencerkan sampai sesudah diencerkan tidak terjadi perubahan warna. Perubahan hanya pada konsentrasi dan dapat diketahui dari hasil perhitungan, yaitu dari 0,5 M menjadi  0,1 M. Perubahan konsentrasi yang terjadi dikarenakan perubahan volume.
                      II.      Titrasi Asam Terhadap Basa
Pada titrasi HCl dengan NaOH 0,1 M menggunakan indikator metil merah. Indikator metil merah dipilih sebagai larutan indikator karena mempunyai perubahan warna yang sangat signifikan atau sangat mencolok dalam suasana asam. Perubahan warna yang terjadi pada titrasi yaitu dari warna merah muda menjadi warna kuning. Volume rata-rata dari proses titrasi ini adalah 10,5 ml, maka dari hasil perhitungan dapat diperoleh normalitas HCl 0,105 M. Sedangkan, pada titrasi larutan HCl dengan NaOH 0,1 M menggunakan indikator phenophtalein. Indikator phenoptalein dipilih karena mempunyai perubahan warna yang signifikan dalam suasana basa. Perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna bening menjadi warna merah muda. Volume rata-rata dari proses titrasi ini adalah 10,65 ml,  maka dari perhitungan diperoleh normalitas HCl 0,106 M. Dari hasil tersebut, nilai normalitas lebih besar dengan menggunakan indikator penophtalein.

                   III.      Titrasi Basa Terhadap Asam
Titrasi Larutan NaOH dengan larutan HCl 0,1 M  sebagai titran  menggunakan indikator metil merah. Indikator metil merah dapat bereaksi dengan asam maupun basa.  perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna kuning menjadi warna merah muda. Volume rata-rata pada proses titrasi ini adalah 9,05 ml, maka dari proses perhitungan diperoleh hasil konsentrasi NaOH sebesar 0,0905 M. Reaksi dari titrasi ini adalah :
                           NaOH  +  HCl        NaCl    +   H2 O
  Pada titrasi larutan HCl 0,1 M  dengan  NaOH sebagai titran, perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna merah muda menjadi warna kuning. Volume rata-rata proses titrasi adalah 13,6 ml, maka diperoleh konsentrasi NaOH sebesar 0,0735 M.
                           HCl     +     NaOH              NaCl    +     H2 O

VII.      KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal berikut :
1.      Larutan bisa dibuat dengan melarutkan zat terlarut yang berada dalam
      bentuk padatan dan mengencerkan suatu larutan pekat.
2.      Dari hasil perhitungan, titrasi menggunakan indikator metil merah adalah 0,105 M dan titrasi dengan menggunakan indikator phenophtalein yaitu 0,106 M. Sedangkan pada titrasi NaOH dengan larutan HCl sebagai titran, M NaOH = 0,0905 M dan pada titrasi HCl dengan larutan NaOH sebagai titran, M NaOH = 0,0735 M.
3.      Konsentrasi larutan merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut.
4.      Titrasi merupakan cara untuk menghitung konsentrasi suatu larutan dengan menghitung volume titran yang digunakan.





DAFTAR PUSTAKA

Anonim1. 2009. Konsentrasi Larutan
http://www.chem-is-try.org
diakses pada tanggal 28 Oktober 2009

Anonim2. 2009. Titrasi asam basa
http://rumahkimia.wordpress.com
diakses pada tanggal 28 Oktober 2009

Oxtoby,G.2001.Prinsip-Prinsip Kimia Modern.Erlangga:Jakarta
Suardhana, L. 1986. Kimia Dasar. Erlangga: Jakarta

Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung . ITB.
 

Silver's Story Copyright © 2012 Design by Ipietoon Blogger Template