PEMBUATAN DAN PENENTUAN
KONSENTRASI LARUTAN
I. TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan
percobaan praktikum ini adalah diharapkan praktikan dapat membuat larutan
dengan konsentrasi tertentu, mengencerkan larutan, dan menentukan konsentrasi
larutan yang telah dibuat.
II. TINJAUAN
PUSTAKA
Larutan
terbentuk melalui pencampuran dua atau lebih zat murni yang molekulnya
berinteraksi langsung dalam keadaan tercampur. Perubahan gaya antarmolekul yang
dialami oleh molekul dalam bergerak dari zat terlarut murni atau pelarut ke
keadaan tercampur mempengaruhi baik kemudahan pembentukan maupun kestabilan
larutan. Larutan dapat berada dalam kesetimbangan fase dengan gas, padatan,
atau cairan lain, kesetimbangan ini sering kali menunjukkan efek yang menarik
yang ditentukan oleh bobot molekul zat terlarut (Oxtoby, 2001).
Konsentrasi
merupakan cara untuk menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan
pelarut.
Menyatakan konsentrasi larutan
ada beberapa macam, di antaranya:
1.Fraksi Mol
Fraksi mol adalah perbandingan antara
jumiah mol suatu komponen dengan jumlah mol seluruh komponen yang terdapat
dalam larutan.
Fraksi mol dilambangkan dengan X.
Fraksi mol dilambangkan dengan X.
2. Persen Berat
Persen berat
menyatakan gram berat zat terlarut dalam 100 gram larutan.
3. Molalitas (m)
Molalitas
menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1000 gram pelarut.
4. Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam 1 liter larutan.
5. Normalitas (N)
Normalitas menyatakan jumlah
mol ekivalen zat terlarut dalam 1 liter larutan.
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+.
Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-. Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan:
Untuk asam, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion H+.
Untuk basa, 1 mol ekivalennya sebanding dengan 1 mol ion OH-. Antara Normalitas dan Molaritas terdapat hubungan:
N = M x valensi (Anonim1,2009).
Molaritas
menyatakan banyaknya mol zat terlarut dalam tiap liter larutan. Normalitas
menyatakan jumlah ekivalen zat terlarut dalam tiap liter larutan. Molalitas
menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam tiap 1.000 g pelarut murni, sedangkan
fraksi mol menyatakan perbandingan mol salah satu komponen dengan jumlah mol
semua komponen (Syukri,1999).
Titrasi
merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat
lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh
bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa. Zat
yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titrant dan biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat
yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai titer dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan (Anonim2, 2009).
Selesainya
suatu proses reaksi dapat dilihat dari perubahan warna, jika warna larutan
sudah berubah maka tercapailah suatu titrasi. Indikator merupakan asam dan basa
kedua dalam larutan yang dititrasi. Penyebab warna berubah adalah karena
indikator lebih lemah dari pada asam atau basa
analit, sehingga indikator bereaksi terakhir dengan titrat (Suardhana,
1986).
III. ALAT DAN BAHAN
A.
Alat – alat
Alat yang digunakan dalam
percobaan ini adalah gelas piala, gelas ukur, pipet tetes, pipet ukur, pipet
gondok, labu takar dan buret.
B.
Bahan – bahan
Bahan yang
digunakan dalam percobaan ini adalah asam klorida pekat, larutan natrium
hidroksida 0,1 M, pelet natrium hidroksida, larutan asam klorida 0,1 m,
indikator metil merah, indikator phenoptalein, indikator metil orange, dan
akuades.
IV. CARA KERJA
A. Pembuatan
Larutan A
1. Gelas ukur kosong ditimbang, catat
beratnya.
2. Ambil 4,5 mL larutan asam klorida pekat
dengan menggunakan gelas ukur yang telah ditimbang dan pipet tetes. Lakukan
dalam lemari asam.
3. Labu takar ditimbang 100 mL yang kosong,
catat beratnya. Isi labu takar tersebut dengan sekitar 20-25 mL akuades.
4. Perlahan-lahan, asam klorida pekat
dimasukkan ke dalam labu takar. Dilakukan dalam lemari asam.
5. Akuades dimasukan ke dalam labu takar
hingga tanda batas (perhatikan, miniskus yang diamati adalah miniskus bawah).
Tutup labu takar dan lakukan pengocokan hingga larutan homogen. Timbang berat
labu takar yang telah diisi larutan. Larutan ini disebut larutan A.
B.
Pembuatan Larutan B
1. Dengan menggunakan pipet gondok atau pipet
ukur, 20mL larutan A dipindahkan ke dalam labu takar 100mL yang baru.
2. Akuades ditambahkan ke dalam labu takar
tersebut hingga tanda batas. Larutan HCl yang telah diencerkan ini disebut
sebagai Larutan B.
C.
Penentuan Konsentrasi Larutan Asam Klorida
melalui Titrasi.
I. Titrasi dengan Indikator Metil Merah
1. Buret
dibilas dengan akuades, kemudian bilas kembali dengan larutan NaOH yang
akan digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan natrium
hidroksida
3. Volume awal larutan natrium hidroksida
dicatat dengan membaca skala pada miniskus bawah larutan.
4. Larutan B dipindahkan ke dalam erlenmeyer
dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5. Indikator metil merah ditambahkan ke dalam
larutan tersebut.
6. Larutan dititrasi dalam erlenmeyer dengan
larutan NaOH di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
7. Begitu terjadi perubahan warna yang
konstan, titrasi dihentikan.
8. Volume akhir natrium hidroksida yang
tersisa dalam buret dibaca. Volume NaOH yang diperlukan dihitung untuk titrasi
dari selisih volume awal dan volume akhir NaOH dalam buret.
9. Titrasi dilakukan sebanyak 3 kali.
II. Titrasi dengan Indikator Fenoftalein
1. Lakukan kembali prosedur titrasi terhadap
10 mL larutan HCl encer (Larutan B) dengan larutan NaOH 0,1 M, namun dengan
menggunakan indikator phenoptalein
2. Hasil yang diperoleh dibandingkan antara
perlakuan dengan menggunakan indikator metil merah dan dengan menggunakan
phenoptalein sebagai indikator.
D. Pembuatan
Larutan Natrium Hidroksida
1. Butiran NaOH ditimbang dengan teliti menggunakan kaca
arloji dan neraca analitik.
2. Begitu penimbangan selesai dilakukan,
segera NaOH dipindahkan dari gelas arloji ke dalam gelas beker yang telah
berisi 20-25 mL akuades hangat.
3. NaOH diaduk dengan pengaduk kaca hinnga
larut sempurna.
4. Larutan dipindahkan dari gelas beker
kedalam labu takar 50 mL.
5. Akuades ditambahkan hingga tanda batas
pada labu takar. Labu takar ditutup, kemudian dikocok hingga homogen. Larutan
yang diperoleh pada tahap ini disebut Larutan C.
6. Digunakan pipet gondok yang sesuai, 25 mL
larutan C dipindahkan ke dalam labu takar 100 mL yang baru.
7. Akuades ditambahkan hingga tanda batas.
Kocok hingga homogen. Larutan yang diperoleh disebut sebagai larutan D.
E. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
I. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl sebagai Titran
1. Buret dibilas dengan akuades, kemudian
bilas kembali dengan larutan HCl 0,1 M yang akan digunakan.
2. Buret diisi dengan larutan HCl 0,1 M.
3. Volume awal larutan HCl dicatat dalam
buret dengan membaca skala pada miniskus bawah larutan.
4. Larutan D dipindahkan ke dalam erlenmayer
dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
5. Indikator metil merah ditambahkan 2-3
tetes kedalam larutan tersebut.
6. Larutan dititrasi dalam erlenmayer dengan
larutan HCl 0,1 M di dalam buret hingga terjadi perubahan warna.
7. Begitu terjadi perubahan warna yang
konstan, hentikan titrasi.
8. Volume akhir HCl yang tersisa dalam buret dibaca. Volume HCl yang diperlukan untuk titrasi
dari selisih volume awal dan volume akhir HCl dalam buret dihitung.
9. Titrasi dilakukan 3 kali.
II. Titrasi
Larutan HCl 0,1 N dengan Larutan NaOH sebagai Titran
1. Buret dibilas dengan akuades, kemudian
bilas kembali dengan larutan D.
2. Buret diisi dengan NaOH encer.
3. Larutan HCl 0,1 M dipindahkan ke dalam
erlenmayer dengan menggunakan pipet gondok atau pipet ukur.
4. Indikator metil merah ditambahkan 2-3
tetes.
5. Larutan dititrasi dalam erlenmeyer dengan
NaOH encer dalam buret hingga berubah warna.
6. Volume NaOH yang diperlukan untuk
menitrasi larutan HCl tersebut dihitung.
7. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
8. Hasil yang diperoleh dibandingkan antara
perlakuan dengan larutan HCl 0,1 sebagai titran, dan larutan NaOH encer sebagai
titran.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil dan perhitungan
I. Pembuatan dan Pengenceran Larutan Asam
Klorida
- Pembuatan Larutan A
No.
|
Langkah percobaan
|
Hasil percobaan
|
1.
|
Gelas ukur kosong ditimbang.
|
30,34 gr
|
2.
|
Larutan asam klorida pekat diambil dengan menggunakan gelas ukur yang
sudah ditimbang dan pipet tetes.
|
V = 4 mL
Mr = 440,3 gr/mL
Konsentrasi = 37%
|
3.
|
Labu takar 100 mL kosong ditimbang, kemudian di isi 20-25 mL larutan akuades.
|
Kosong = 69,01 gr
|
4.
|
Asam klorida pekat yang telah diambil ke dalam labu takar dimasukan
dengan perlahan-lahan.
|
|
5.
|
Akuades dimasukan ke dalam labu takar hingga tanda batas. Kemudian tutup
labu takar dan lakukan pengucokan hingga larutan homogen. Timbang berat labu
takar yang berisi larutan tersebut.
|
Berat berisi 168,31gr
Larutan A sebanyak 100 ml
|
b.
Pembuatan Larutan B
No.
|
Langkah percobaan
|
Hasil percobaan
|
1.
|
Pipet gondok atau pipet ukur digunakan, untuk memindahkan larutan A ke
dalam labu takar 100 mL yang baru.
|
20 mL
|
2.
|
Akuades ditambahkan ke dalam labu takar tersebut hingga tanda batas.
|
Larutan B sebanyak 100 ml
|
c.
Penentuan Konsentrasi Larutan HCl
melalui Titrasi
a.
Titirasi dengan Indikator Metil Merah
Titrasi
ke
|
Volume
HCl
|
Volume
NaOH
|
Perubahan
warna
|
1
|
10 ml
|
11,2
ml
|
Merah
muda menjadi kuning
|
2
|
10 ml
|
9,8
ml
|
Merah
muda menjadi kuning
|
Rata-rata
|
10 ml
|
10,5
ml
|
Merah
muda menjadi kuning
|
b.
Menggunakan Indikator Fenoftalein
Titrasi
ke
|
Volume
HCl
|
Volume
NaOH
|
Perubahan
warna
|
1
|
10 ml
|
10,7
ml
|
Bening
menjadi Merah muda
|
2
|
10 ml
|
11,6
ml
|
Bening
menjadi Merah muda
|
Rata-rata
|
10 ml
|
10,65
ml
|
Bening
menjadi Merah muda
|
- Pembuatan Larutan Natrium Hidroksida
a. Pembuatan larutan C
No.
|
Langkah percobaan
|
Hail percobaan
|
1.
|
Menimbang butiran NaOH menggunakan
kaca arloji.
|
0,4 gr
Mr NaOH 40
gr/mol
|
2.
|
Memindahkan NaOH ke dalam gelas beker berisi 20-25 mL akuades.
|
|
3.
|
Mengaduk dan memindahkan NaOH ke
labu takar 50 ml
|
|
4.
|
Menambahkan akuades hingga tanda batas akhir.mengocok hingga homogen.
|
Larutan C
|
5.
|
Volume larutan
|
50 ml
|
b. Pembuatan Larutan D
No.
|
Langkah percobaan
|
Hasil percobaan
|
1.
|
Pipet gondok yang sesuai digunakan untuk memindahkan larutan C
|
25 mL
|
2.
|
Menambahkan akuades hingga tanda
batas. Kocok hingga homogen.
|
Larutan D sebanyak 100 ml
|
E. Penentuan Konsentrasi Larutan Natrium Hidroksida melalui Titrasi
a. Titrasi NaOH dengan Larutan HCl
sebagai Titran
Titrasi ke
|
V HCl
|
V NaOH
|
indikator
|
Perubahan warna
|
1
|
9,1 ml
|
10 ml
|
Metil merah
|
Kuning menjadi merah muda
|
2
|
9 ml
|
10 ml
|
Metil merah
|
Kuning menjadi merah muda
|
Rata-rata
|
9,05 ml
|
10 ml
|
|
|
b. Titrasi Larutan HCl dengan NaOH
sebagai titran
Titrasi ke
|
V HCl
|
V NaOH
|
indikator
|
Perubahan warna
|
1
|
10ml
|
13,7 ml
|
Fenoftalein
|
Merah muda menjadi bening
|
2
|
10 ml
|
13,5 ml
|
Fenoftalein
|
Merah muda menjadi bening
|
Rata-rata
|
10 ml
|
13.6 ml
|
|
|
B. Perhitungan dan Pengolahan Data
I. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Pekat
Diketahui :
Massa jenis HCl = 1,19
kg/L
Persen berat = 37 % (b/b)
Mr HCl pekat = 36,5 gram/mol
Ditanya :
a. Massa 1 L larutan pekat HCl
b. Massa HCl dalam 1 L larutan pekat
c. Molaritas HCl pekat
Jawab :
a. Massa
1 L larutan pekat HCl = massa jenis
HCl x
1 L
= 1190
gram/L x 1 L
= 1190
gram
b.
Massa HCl dalam 1 L larutan pekat =
persen berat x massa 1 L lar.HCl pekat
= 37 %
x 1190 gram
= 440,3 gram
c. Molaritas
HCl pekat = (massa HCl pekat / Mr HCl pekat)
1 L
=
( 440,3 gram / 36,5
gram.mol-1)
1
L
= 12,063 mol/L
II. Penentuan Konsentrasi Larutan HCl Encer
(Larutan A dan B)
1. Melalui Perhitungan
Pengenceran
a.
Konsentrasi Larutan A
Diketahui : Molaritas HCl pekat = MHCl = 12,063 mol/L
Volume HCl pekat = VHCl = 4 mL
Volume larutan A = VA = 100 mL
Ditanyakan : Molaritas larutan A = MA
Jawab : MA . VA
= MHCl . VHCl
MA .
100 mL = 12,063 mol/L . 4 mL
MA =
0,4825 mol/L
b.
Konsentrasi Larutan B
Diketahui : Molaritas
larutan A = MA =0,4825 mol/L
Volume larutan A yang diencerkan = VA = 20 mL
Volume larutan B = VB = 50 mL
Ditanyakan : Molaritas
larutan B = MB
Jawab : MA . VA
= MB . VB
0,4825
mol/L . 20 mL = MB . 50
mL
MB =
0,193 mol/L
Melalui
Titrasi
a. metil merah
Diketahui : Konsentrasi larutan NaOH = MNaOH = 0,1 M
Volume rata-rata larutan NaOH yang
digunakan
saat
titrasi = 10,5 mL = VNaOH
Volume larutan HCl yang dititrasi = VHCl = 10 mL
Ditanyakan : Molaritas larutan HCl yang dititrasi = MHCl
Jawab : ekuivalen asam = ekuivalen basa
MHCl . VHCl
= MNaOH . VNaOH
MHCl . 10 mL
= 0,1 M . 10,5 mL
MHCl =
0,105 M
b. fenoftalein
Diketahui : Konsentrasi larutan NaOH = MNaOH
= 0,1 M
Volume rata-rata larutan NaOH
yang digunakan saat titrasi = 10,65 mL =
VNaOH
Volume larutan HCl yang dititrasi = VHCl = 10 mL
Ditanyakan : Molaritas larutan HCl yang dititrasi = MHCl
Jawab : ekuivalen asam = ekuivalen basa
MHCl . VHCl
= MNaOH . VNaOH
MHCl . 10 mL
= 0,1 M . 10,65 mL
MHCl =
0,106 M
2. Penentuan
Konsentrasi Larutan NaOH
Melalui
Perhitungan Pengenceran
-
Konsentrasi
Larutan C
Diketahui : Massa NaOH = 0,4 gram
Volume NaOH = 50 mL = 5.10-2 L
Mr
NaOH = 40 gram/mol
Ditanyakan : Molaritas NaOH = Molaritas larutan C = MC
Jawab :
MC = (0,4 gram/40 gram/mol-1)
5.10-2
L
= 0,2 mol/L
-
Konsentrasi
Larutan D
Diketahui : Volume
larutan C yang diencerkan = VC = 25 mL
Volume larutan D = VD = 100 mL
Ditanyakan : Molaritas
larutan D = MD
Jawab : MC
. VC = MD . VD
0,2 mol/L . 25 mL = MD . 100 mL
MD
= 0.05 mol/L
Melalui Titrasi
- Titrasi NaOH oleh HCl
Diketahui : Volume larutan NaOH yang
dititrasi = VNaOH
= 10 mL
Volume HCl yang digunakan untuk titrasi = VHCl
= 9,05
Molaritas HCl yang digunakan
untuk titrasi = MHCl = 0,1 M
Ditanyakan : Molaritas NaOH = MNaOH
Jawab : ekuivalen asam = ekuivalen basa
MHCl . VHCl = MNaOH
. VNaOH
0,1 M . 9,05 mL = MNaOH . 10 mL
MNaOH = 0,0905 M
- Titrasi HCl oleh NaOH
Diketahui :
Konsentrasi HCl = MHCl = 0,1 M
Volume
NaOH yang digunakan untuk titrasi
= VNaOH = 13,6 mL
Volume HCl yang dititrasi = VHCl = 10 mL
Ditanyakan :
Konsentrasi larutan NaOH = MNaOH
Jawab : ekuivalen asam = ekuivalen basa
MHCl . VHCl
= MNaOH . VNaOH
0,1 M . 10 mL = MNaOH . 13.6 mL
MNaOH = 0,0735 M
VI. PEMBAHASAN
I.
Pembuatan
Larutan NaOH
Proses
standarisasi merupakan suatu proses
yang digunakan untuk menentukan secara teliti konsentrasi suatu larutan. Suatu
larutan umumnya distandarisai dengan cara titrasi. Titrasi adalah proses
penentuan
banyaknya konsentrasi suatu larutan
dengan titran yang konsentrasinya diketahui dan diperlukan untuk bereaksi
secara lengkap dengan sejumlah larutan tersebut.
Pemilihan suatu indikator
untuk titrasi asam basa bergantung pada kuat relatif asam dan basa yang
digunakan dalam titrasi. Idealnya dalam suatu titrasi titik kesetimbangan atau
kesetaraan (titik dimana tepat cukup
satu pereaksi ditambahkan untuk bereaksi dengan pereaksi lain) dan titik akhir
dari indikator yang dipilih haruslah identik. Indikator asam dan basa adalah
asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika konsentrasi hidrogen
lebih tinggi daripada suatu harga tertentu dan satu warna lain jika konsentrasi
itu lebih rendah.
Pada pembuatan
larutan HCl bersifat endoterm, karena suhu larutan lebih rendah dari larutan
HCl. Sedangkan pada pembuatan larutan NaOH bersifat eksoterm karena suhu
larutan lebih tinggi. Pada pengenceran larutan HCl dapat kita lihat terjadinya
perubahan, tetapi tidak secara nyata. Sebelum diencerkan sampai sesudah
diencerkan tidak terjadi perubahan warna. Perubahan hanya pada konsentrasi dan
dapat diketahui dari hasil perhitungan, yaitu dari 0,5 M menjadi 0,1 M. Perubahan konsentrasi yang terjadi
dikarenakan perubahan volume.
II.
Titrasi Asam Terhadap Basa
Pada titrasi HCl
dengan NaOH 0,1 M menggunakan indikator metil merah. Indikator metil merah dipilih
sebagai larutan indikator karena mempunyai perubahan warna yang sangat
signifikan atau sangat mencolok dalam suasana asam. Perubahan warna yang
terjadi pada titrasi yaitu dari warna merah muda menjadi warna kuning. Volume
rata-rata dari proses titrasi ini adalah 10,5 ml, maka dari hasil perhitungan
dapat diperoleh normalitas HCl 0,105 M. Sedangkan, pada titrasi larutan HCl
dengan NaOH 0,1 M menggunakan indikator phenophtalein. Indikator phenoptalein
dipilih karena mempunyai perubahan warna yang signifikan dalam suasana basa.
Perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna bening menjadi warna merah muda.
Volume rata-rata dari proses titrasi ini adalah 10,65 ml, maka dari perhitungan diperoleh normalitas
HCl 0,106 M. Dari hasil tersebut, nilai normalitas lebih besar dengan
menggunakan indikator penophtalein.
III.
Titrasi Basa Terhadap Asam
Titrasi Larutan
NaOH dengan larutan HCl 0,1 M sebagai
titran menggunakan indikator metil
merah. Indikator metil merah dapat bereaksi dengan asam maupun basa. perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna
kuning menjadi warna merah muda. Volume rata-rata pada proses titrasi ini
adalah 9,05 ml, maka dari proses perhitungan diperoleh hasil konsentrasi NaOH
sebesar 0,0905 M. Reaksi dari titrasi ini adalah :
NaOH +
HCl → NaCl + H2
O
Pada titrasi larutan HCl 0,1 M dengan
NaOH sebagai titran, perubahan warna yang terjadi yaitu dari warna merah
muda menjadi warna kuning. Volume rata-rata proses titrasi adalah 13,6 ml, maka
diperoleh konsentrasi NaOH sebesar 0,0735 M.
HCl +
NaOH → NaCl +
H2 O
VII. KESIMPULAN
Dari
percobaan yang dilakukan, dapat disimpulkan hal-hal berikut :
1. Larutan bisa
dibuat dengan melarutkan zat terlarut yang berada dalam
bentuk padatan dan mengencerkan suatu larutan pekat.
2. Dari hasil perhitungan, titrasi
menggunakan indikator metil merah
adalah 0,105 M dan titrasi dengan menggunakan indikator
phenophtalein yaitu 0,106 M. Sedangkan pada titrasi NaOH dengan larutan HCl
sebagai titran, M NaOH =
0,0905 M dan pada titrasi HCl dengan larutan NaOH sebagai titran, M NaOH =
0,0735 M.
3. Konsentrasi larutan merupakan cara untuk
menyatakan hubungan kuantitatif antara zat terlarut dan pelarut.
4. Titrasi merupakan cara untuk menghitung
konsentrasi suatu larutan dengan menghitung volume titran yang digunakan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim1. 2009. Konsentrasi Larutan
http://www.chem-is-try.org
diakses
pada tanggal 28 Oktober 2009
Anonim2.
2009. Titrasi asam basa
http://rumahkimia.wordpress.com
diakses
pada tanggal 28 Oktober 2009
Oxtoby,G.2001.Prinsip-Prinsip Kimia Modern.Erlangga:Jakarta
Suardhana, L. 1986. Kimia Dasar. Erlangga: Jakarta
Syukri, S. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung . ITB.